MENGENAL MUSIK NOISE; SELERA DAN PERKEMBANGANNYA DI KOTA SAMARINDA


Hallo Sahabat Swara. Celoteh kali ini, saya akan sedikit berbagi informasi tentang sebuah jenis musik yang unik dan agak “beda” nih dari jenis musik pada umumnya. Jenis musik ini dinamakan dengan Musik Noise, musik yang mungkin beberapa dari sahabat swara dapat menikmatinya atau malah sebaliknya. Nah di kesempatan ini, penulis akan coba memberikan sedikit informasi tentang musik noise dan fenomena musik noise di daerah Kota Samarinda.

    Musik Noise atau dalam bahasa Indonesia bisa kita sebut dengan “Musik Bising”, merupakan suatu jenis musik yang sebenarnya bukan lagi jenis musik baru dalam tatanan dunia seni suara. Musik noise bisa juga digolongkan pada suatu bentuk Experimental Music di mana dalam suguhan pertunjukannya, player dapat dengan bebas membangun ruang imajinya melalui perantara suara yang dihasilkan melalui alat-alat yang player itu mainkan. Ide dan gagasan yang diangkat dalam karyanya pun bersifat bebas dan tidak ada batasan, bisa berupa penolakan, kritik sosial, keindahan alam, bahkan tentang cinta. Menurut pengamatan saya, umumnya musik noise dimainkan dengan menggunakan perangkat effect musik elektronik yang dapat mengolah dan menghasilkan suara yang diinginkan player tersebut, seperti kebutuhan suara delay, chorus, distorsi, dan suara-suara lainnya. Saya juga mengamati bahwa kunci dari permainan musik noise ini adalah dinamika permainan, tension, imajinasi, serta “rasa”, yang kemudian suara-suara itu dicompose oleh player dengan sedemikian rupa.

Di Kota Samarinda sendiri, musik noise beberapa tahun ini menjadi sebuah bahasan menarik bagi musisi-musisi lokal bahkan masyarakat umum. Pada kalangan musisi beberapa ada yang menyukainya dan serius untuk memainkan jenis musik ini, tapi banyak juga musisi lokal yang tidak sepaham, tidak mengerti, bahkan tidak bisa “menikmati” jenis musik ini. Penulis bahkan sempat mencoba untuk mendengarkan contoh karya musik noise dari beberapa musisi noise terkenal di dunia seperti Prurient dan Pharmakon, kepada beberapa musisi lokal dan dan juga beberapa masyarakat awam. Hasilnya, beberapa dari mereka ada yang mengatakan musik ini “tidak bisa” dikatakan musik, ada yang bilang “musik sembarang”, ada yang bilang “keren nih, bebas banget musiknya”, ada juga yang responnya “kontemporer ya?”, ada yang bahkan baru dengar beberapa bagian dari musiknya langsung dipause terus dimatiin, berbagai macam respon lah pokonya. Dari respon mereka, saya menyimpulkan memang pada dasarnya jenis musik ini masih tidak umum di telinga masyarakat awam bahkan musisi sekalipun, yang ada di Samarinda. Karena permainannya yang cenderung bebas dan terdengar sedikit mengganggu telinga. Nah poin menariknya nih, di Samarinda sendiri terdapat sebuah grup musik noise dengan nama Sarana yang mengharumkan nama Kota Tepian Samarinda dengan memainkan karya mereka sampai ke negeri Panser Jerman untuk mewakili Indonesia. Pada tahun 2019 kemarin di Kota Samarinda juga telah diadakan sebuah pertunjukan seni suara yang bernama Muara Suara[[1]]. Dimana pada event ini teman-teman pelaksana mengundang beberapa musisi musik noise yang ada di Indonesia bahkan juga beberapa yang berasal dari luar negeri seperti Jepang dan Denmark, untuk memainkan karya musik noise mereka di Gedung Rinzani, Taman Budaya Samarinda.

Dari inforrmasi di atas, saya mencoba untuk memberikan opini dan juga saran musik baru kepada sahabat Swara sekalian. Untuk sahabat Swara yang mungkin sudah mulai bosen nih dengerin musik-musik yang katanya musik “Indie”, musik “Senja”, atau mungkin musik-musik yang berirama EDM. Untuk sahabat Swara yang mungkin kebetulan juga seorang musisi dan ingin mengekplorasi jenis-jenis musik lainnya, musik noise mungkin bisa menjadi salah satu pilihan untuk didengarkan dan juga dimainkan. Akhir-akhir ini di Kota Samarinda peminat musik noise juga mulai meningkat dengan adanya beberapa mini pertunjukan musik noise dan komunitas musik noise yang ada di Samarinda.

Jadi? Sahabat swara udah pernah denger karya musik noise gak nih? Gimana? Keren? Atau mungkin ga paham? Hhehe.. Menurut penulis, kembali lagi sebenaranya bagus tidaknya sebuah karya seni itu relatif. Tergantung bagaimana si seniman menghantar imaji penikmat menuju “keindahan” yang ia ciptakan, serta bagaimana si penikmat dapat menyikapi karya dari seniman tersebut. Terima Kasih.



[1] nah sahabat swara, nama event pertunjukan ini emang mirip nih dengan nama komunitas kami, tapi jangan sampe ketuker ya... Komunitas kami penulisannya pakai “w” Muara Swara Art yang bentuknya komunitas musik dan ruang kolektif seni, sedangkan temen-teman Muara Suara itu pakai “u” hhehe, bentuknya juga mereka adalah event pertunjukan tahunan serta platform digital website yang ngebahas tentang seni suara gitu hhehe. Jangan sampe ketuker yaa

 


Ditulis oleh Ardy Christian seorang Mahasiswa Etnomusikologi yang juga termasuk dalam keanggotaan Komunitas Muara Swara Art. Kerap kali melakukan proses kesenian seperti musik keroncong, tradisi, sampai musik ala-ala Indie. saat ini aktif mendedikasikan dirinya sebagai anggota Komunitas Muara Swara Art sebagai kepala divisi musik Keroncong. 

Komentar

Postingan Populer