DUKA SI PENYAMPAI WAHYU KASET BAJAKAN: SEBUAH CELOTEH OLEH AANG
Celotehan ini bisa kita kerucutkan menjadi penjual kaset lagu-lagu
bajakan. Pada masanya, kaset bajakan mampu menghibur di rumah-rumah masyarakat
menengah ke bawah dan
bahkan menengah ke atas. Selain harganya murah, lagu-lagu yang tersedia
di dalam kaset bajakan juga
banyak pilihannya, tidak seperti kaset asli yang biasanya hanya ada lagu-lagu
penyanyi yang sama di satu album
saja. Artinya,
kaset bajakan ini menjadi pilihan terbaik bagi masyarakat untuk dapat
mendengarkan lagu-lagu dari musisi kesayangannya. Di sisi lain, kaset bajakan juga
mampu membuat musisi mendapatkan kerugian karena pembajakan karya. Seorang
musisi pastinya ingin penikmatnya membeli kaset asli yang mereka terbitkan,
sebut saja sebagai bentuk apresiasi untuk para pencipta lagu tersebut. Akan
tetapi, ada asumsi beredar bahwa masyarakat diwajibkan membeli kaset yang asli.
Lalu, kalau kaset bajakan
tidak ada di muka bumi ini, bisa jadi keadaannya berbeda, masyarakat tidak
membeli kaset dan lagu-lagu yang mereka ciptakan tidak dikenali, lantas musisi tersebut menjadi tidak populer lagi. Bisa
saja seperti itu, kalau tidak ya Alhamdulillah … .
Kembali ke pembahasan yang berkaitan dengan judul. Menghilangnya para
pembeli kaset bajakan pada zaman sekarang, bukan berarti banyak masyarakat yang
sadar dengan tidak membeli kaset bajakan lantas
berbondong-bondong membeli
kaset yang asli (sadar apresiasi). Untuk masalah pembajakan karya
?,
sudahlah,
bahkan itu tidak bisa terelakkan lagi. Alasannya yaitu, kiranya para pembaca tulisan
ini sudah sangat paham dengan keadaan sekarang. Jadi penulis tidak perlu lagi
mengungkap alasannya kenapa menghilangnya para pembeli kaset bajakan tersebut
(Kakek-kakek aja main yutub). Lalu kenapa para penyampai wahyu lagu-lagu
tersebut masih saja menjajakan jualan nya di pinggir-pinggir jalan? Mungkin
karena memang rezeki sudah ada yang mengatur. Maksudnya siapa pembelinya?
Jawabannya bisa bervariatif atau bisa jadi sama. Mari termukan jawabannya di
lapak-lapak kaset bajakan terdekat dirumah anda !.
Kali ini saya iseng-iseng melakukan sedikit saja penelitian mengenai fenomena kaset bajakan dengan cara
mendatangi salah satu lapak penjual kaset di perempatan jalan Gerilya dan Lambung Mangkurat kota Samarinda. Beliau bernama
Bang Amin, memulai usaha kaset bajakan ini pada tahun 2008 sampai sekarang.
Dengan modal gerobak, sound sistem, VCD, televisi 14 inc dan kemoceng
tentunya, bang Amin setiap
hari menjajakan dagangannya. Setelah saya memaparkan asumsi pribadi
saya terkait fenomena penjual kaset
bajakan yang masih bertahan sampai sekarang ini, sepertinya beliau langsung
memahami maksud kedatangan saya. “Dulu
itu dalam satu malam bisa sampai tujuh ratus sampai delapan ratus ribu, tapi
sekarang ya, Dua Ratus Ribu Sampai Tiga Ratus Lima Puluh Ribu saja, itu pendapatan kotor” ujar Bang Amin. Artinya terdapat penurunan 70 sampai 80
persen penjualan di setiap harinya. Tentu saja sebagai pedagang yang mencari nafkah, Bang
Amin sangat dirugikan. Tetapi dalam hal ini bang Amin tidak mungkin mengeluh
atau menyampaikan aspirasinya kepada pihak pemerintah, karena itu sama saja
menggali kuburan sendiri alias
menyerahkan diri. Hahay!
Pertanyaan saya berikutnya mengenai pangsa pasar kaset bajakan ditinjau
dari perubahan era modern ke pascamoderen (maksudnya perbandingan dulu dan sekarang). “dulu
yang beli itu dari semua kalangan, mulai anak-anak sampai orang tua itu beli
kaset, yang paling laku memang kaset lagu-lagu. Sekarang ini kalo kaset lagu ya
orang-orang tua aja yang beli, yang gak ngerti masalah gadget dan yutub lah.
Biasanya mereka beli kaset lagu-lagu koplo itu loh” kata bang Amin.
Ternyata sampai saat ini Alhamdulillah
masih ada pembeli setia kaset bajakan, walaupun kalangan pembeli hanya dari kalangan orang-orang tua saja. Maka dari itu pesan saya, jangan ajari orangtua kita main gawai, agar menambah pendapatan ekonomi para penjual kaset bajakan.
Upaya pemerintah untuk memerangi pembajakan hak cipta ini bukan tidak ada (masudnya
si kaset bajakan
ini), tetapi ujar bang Amin, “kami
itu sudah kong-kalikong sama anggota, jadi klo ada razia kami sudah dapat kabar
duluan. Biasanya disuruh tutup sehari dulu, baru besok buka lagi”. Oh
begitu ternyata.
Sebenarnya,
dalam tulisan ini penulis tidak mau membahas tentang kebijakan pemerintah dalam
memerangi pembajakan hak cipta, tetapi dalam percakapan kami, bang Amin dengan
sangat nyaman membahas soalan itu. Akankah baiknya saya tuliskan sedikit dan
sisanya saya serahkan kepada pembaca yang budiman dalam menyikapi persoalan ini
?.
Satu hal terakhir yang ingin saya tuliskan, tepat di
samping lapak penjual kaset bajakan
bang Amin yang saya datangi
itu juga
terdapat pangkalan ojek offline. Pangkalan tersebut nampaknya sudah direnovasi oleh pemerintah agar para
buruh ojek offline bisa nyaman menunggu pelanggannya. Dua lokasi penjual jasa dan barang ini
menurut saya sangat strategis untuk mengundang pembeli atau pelanggan, tetapi
sepertinya nasib mereka berdua sama, sama-sama offline.
Komentar
Posting Komentar