SENI DALAM SEMESTA POLA (perspektif pelaku seni yang secara konsensus dianggap pengangguran) OLEH WAWAN SOERAWAN

 Apa hubungannya dengan seni?”. Disadari atau tidak menciptakan, mengkaji, atau mengapresiasi sebuah karya seni tergantung dari bagaimana membentuk, meneliti, atau menikmati pola yang disuguhkan. Ketiga aspek tersebut secara garis besar pasti memiliki pola dasar yang tidak disadari terbentuk berdasarkan masing-masing persfpektifnya. Ketiga aspek tersebut akan kita bahas satu persatu.

Perspektif pertama sebagai pencipta, pengkarya, atau seniman seringkali terjebak dengan anggapan bahwa karya yang akan disuguhkan haruslah menghadirkan kesan tertentu, cantik, menarik, dan memiliki aspek estetik yang kompleks. Semua unsur ke-harus-an tersebut adalah hasil akhir dari proses penciptaannya. Sementara merangkai pola juga merupakan unsur yang harus dibedah dengan serius,  ingat “dengan serius”. Merangkai sebuah karya seni bagi sebagian seniman seringkali menjadi peristiwa yang seolah-olah seperti wahyu yang datang tiba-tiba. Tentu saja tidak salah, karena peristiwa itu adalah proses menemukan mood sebagai salah satu pemicu.

Rangkaian pola bagi beberapa seniman disadari atau tidak akan menjadi karakter dari karya yang dihasilkannya. Lalu kenapa merangkai atau membaca pola menjadi sangat penting ?Jawabannya begini, karya seni yang abadi atau dianggap adiluhung biasanya terbentuk dari pola sederhana yang dikembangkan. “pola sederhana” ini menjadi pondasi yang kokoh dalam proses elaborasinya dengan imajinasi penciptanya. Dalam proses elaborasi tersebutlah seni sebagai media penyambung lidah imajinasi seorang seniman bekerja. Dalam seni musik misalnya, tangga nada selalu memiliki pattern yang jelas dan terkesan matematis. Bagaimana tidak, untuk membentuk suatu akord dibutuhkan minimal tiga nada. Dua nada awal terdiri dari do dan sol nada ketiganya yang akan menentukan jenis kelaminnya mayor atau minor (kalau ga salah gitu ya). Tiga nada ini adalah pola sederhana yang nantinya akan berelaborasi dengan beat, bar, time signature, dan tempo. (kalo ngebahas pola musik lebih asik ngobrol si, penulisnya kurang literasi).

Perspektif yang kedua sebagai pengkaji. Sebagai pengkaji suatu karya seni, seringkali yang menjadi kesulitan awalialah perbendaharaan teori sebagai tools yang akan digunakan atau kekayaan literasi penelitinya. Persoalan ini sebenarnya cukup mudah untuk dibedah apalagi buat kamu kamu yang minim teori tapi ingin mengkaji sebuah karya seni secara ilmiah.

Rumus pertama adalah jangan tertarik pada kesan pertama. Loh kenapa? Jawabannya, karena rumus pertama pola mengkaji karya seni haruslah “keresahan”atas sebuah karya seni yang disuguhkan. selalu mulai dengan pertanyaan “kenapa”. Pertanyaan pertama bagi seorang peneliti haruslah memiliki kesan untuk memelihara keresahan dan rasa penasaran agar kajiannya lebih mendalam. Jika menjadi peneliti, ketertarikan harusnya dirasakan setelah keresahan tersebut datang yang berarti ketertarikan adalah rumus kedua. Cara seperti ini yang akan membuat hasil penelitian jadi memuaskan karena lahir dari berbagai kemungkinan. Rumus ketiga adalah posisikan teori sebagai tepi batas jurang yang tak berdasar (kok ngeri ?). Karena salah satu fungsi teori adalah menentukan batas-batas konteks penelitian yang mengarahkan pada sebuah tujuan.

Perspektif terakhir sebagai apresiator. Apresiator ini akan dibagi menjadi dua yaitu apresiator awam dan apresiator seni. Pola apresiator awam atau masyarakat yang di kehidupannya sehari-hari tidak bersinggungan dengan proses kesenian. Apresiator seperti ini biasanya hanya datang mengapresiasi untuk mengisi waktu luang atau menganggap seni sebagai hiburan. Sementara pola apresiator seni biasanya datang mengapresiasi sebuah karya seni dengan tendensi ingin mendapatkan sesuatu, entah memperkaya literaturnya tentang suatu bidang seni atau memperluas jejaringnya dalam dunia seni. Suka atau tidaknya seorang apresiator tentu tidak bisa dijadikan indikator keberhasilan suatu karya seni, karena terciptanya suatu karya seni juga merupakan keberhasilan pertama yang dinikmati oleh penciptanya.

Membaca pola merupakan salah satu keahlian yang biasanya diajarkan oleh perjalanan panjang yang  disebut sebagai pengalaman. Tidak ada orang yang benar-benar random dalam menjalani kehidupannya karena hal itu juga merupakan sebuah pola. Celotehan ini lahir hanya berdasarkan pengalaman empiris penulis sebagai pelaku seni dan mungkin belum dikaji secara ilmiah. Jangan percaya tulisan ini, karena ada hal penting lain yang harus lebih dipercaya, dan percaya bahwa setiap perbuatan kita berdampak positif pada lingkungan sekitar adalah salah satunya. Ingat, jika bumi memang berputar pada porosnya, maka kehidupan bergerak dengan polanya. Salam olahraga.



Ditulis oleh Wawan Soerawan, seorang pelaku seni khususnya seni teater. Aktif berkesenian di Yayasan Lanjong Kutai Kartanegara dan selaku pendiri Teater kampus bernama Teater MAHIB'e di FIB Universitas Mulawarman. 

Komentar

Postingan Populer